BUBUR SAMIN SAJIAN WAJIB BULAN PUASA ASAL BANJAR KALIMANTAN SELATAN DI SOLO JAWA TENGAH
Bubur samin menjadi salah satu santapan berbuka puasa di Masjid Darussalam, Kelurahan Jayengan, Kecamatan Serengan, Kota Solo, Jawa Tengah. Bubur ini lekat dengan jejak perantau asal Tanah Banjar, Kalimantan Selatan.
Waktu berbuka puasa masih beberapa jam lagi. Namun, pada pukul 10.00 WIB, keriuhan sudah terdengar di depan serambi Masjid Darussalam.
Keriuhan tersebut berasal dari aktivitas rutin panitia masjid yang memasak 1.100 porsi bubur samin untuk jemaah saat berbuka puasa. Mereka meracik beragam bumbu rempah-rempah seperti : bawang merah, bawang putih, kayu manis, jahe, serai, laos, kapulaga Arab dan minyak samin.
Seusai shalat Dzuhur, puluhan anggota panitia masjid mulai menyalakan api guna memasak 45 kilogram beras menjadi bubur. Bumbu-bumbu rempah yang sudah dimasak, kemudian dimasukkan dalam dandang berukuran besar dan dicampur dengan beras dan air.
Karena mengaduk nasi menjadi bubur merupakan pekerjaan yang melelahkan, mereka silih berganti mengaduk. Setelah diaduk selama dua jam, sayuran wortel, bawang bombay, daun loncang serta irisan daging sapi dimasukkan ke dalam dandang.
Aroma bubur samin mulai tercium sejak pukul 14.00 WIB. Selepas itu, warga mulai berdatangan untuk mendapatkan bubur samin. Mereka menenteng rantang. Rata-rata dari mereka membawa dua rantang.
Tak lama setelah bunyi beduk penanda shalat Ashar berkumandang, panitia memberi aba-aba. Satu persatu warga langsung berbaris untuk antri mendapatkan bubur samin. Sendok demi sendok berisi bubur dituangkan ke rantang yang dibawa para warga. Pembagian secara gratis ini dilakukan berulang-ulang hingga seluruh warga yang antri mendapat jatah.
Ketua Takmir Masjid Darussalam, Haji Muhammad Rasyidi Muhdlar mengungkapkan tradisi pembagian bubur samin sudah dimulai sejak tahun 1965. Bubur samin pada awalnya hanya menjadi hidangan buka puasa di masjid.
"Mulai tahun 1980-an bubur samin go public. Semua masyarakat bisa mendapatkan bubur samin. Tidak hanya untuk keluarga kurang mampu, tetapi semuanya, " ujarnya kepada wartawan Fajar Saddiq ketika ditemui di Masjid Darussalam,
Sejak satu dekade terakhir, Masjid Darussalam tak absen membagikan 1.100 porsi bubur dengan rincian 900 porsi dibagikan kepada masyarakat untuk dibawa pulang dan 200 porsi sisanya untuk berbuka di masjid.
Dana pembuatan sebesar Rp 85 juta berasal dari jemaah dan donatur yang tersebar di berbagai daerah, yaitu dari Malang, Tulungagung, dan Majenang.
Kisah perantau Banjar
Asal-usul bubur samin tak terlepas dengan keberadaan pedagang Intan Permata asal Martapura dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan, ke Kota Solo. Mereka merantau ke Solo sejak 1890. Mereka umumnya bermukim di Kampung Jayengan, tak jauh dengan pusat perdagangan masa itu, Pasar Klewer.
"Makanya karena banyak berkumpul pedagang Intan Permata, Jayengan disebut Kampong Permata, " kata Rasyidi Muhdlar.
Para perantau bukan sekadar berdagang, mereka juga membawa serangkaian tradisi dari Kalimantan Selatan. Bahkan mereka secara berkelompok membangun surau yang pada kelanjutannya menjadi Masjid Darussalam.
Salah satu tradisi yang dibawa adalah membuat hidangan menggunakan bumbu khas Banjar (Martapura), yaitu minyak samin. "Jadilah bubur samin yang selalu ada memanjakan lidah untuk berbuka puasa, " kata dia.
Ayu, salah satu warga asal Sukoharjo, mengaku setiap bulan Ramadan selalu menyempatkan untuk datang ke Masjid Darussalam untuk mendapatkan pembagian bubur samin secara cuma-cuma. Dalam satu pekan biasanya mendatangi masjid ini sebanyak dua kali.
"Setiap bulan puasa selalu kesini karena rasa buburnya enak. Kadang dalam satu minggu bisa dua hingga tiga kali ikut antri bubur di Jayengan," tandasnya.
source :
www.spiritofbeyond.net
www.id.bbcnews.com
www.azmirza.waphall.com
UNDER MAINTENANCE