Lamborghini Huracán LP 610-4 t

AZMIRZA PERSONAL MOBILE BLOG

BerandaBlogProfile

Mistery Intan Tri Sakti

Mistery Intan Tri Sakti
MISTERI INTAN TRISAKTI PERMATA KALIMANTAN SELATAN YG SAMPAI SEKARANG TAK TAHU KEMANA RIMBANYA 26 Agustus 1965, sebulan sebelum di Jakarta terjadi Gerakan 30 September, sekelompok pendulang intan di Sungai Tiung, Cempaka, Banjarbaru , Kalimantan Selatan menemukan intan sebesar telur burung merpati. Ketika diukur beratnya: 166,75 karat (1 karat intan = 200 mg) atau sekitar 33,2 gram. Inilah intan terbesar yang pernah ditemukan di Kalimantan sampai saat itu, setelah usaha pendulangan intan di daerah itu dilakukan sejak tahun 1600-an, bahkan ternyata sampai sekarang pun itulah intan terbesar dari Cempaka. Maka tentu saja ini berita besar, heboh, sehingga tak kurang dari Presiden Soekarno saat itu menamakan intan ini “Trisakti”. Betapa hebohnya intan Trisakti ini, sebab ditaksir harganya saat itu adalah Rp 10 trilyun (!) dan makin meroket setelah diasah menjadi berlian. Konon sang Trisakti segera lenyap, kabarnya dibawa ke Jakarta, tetapi kini diyakini para pendulang intan bahwa Trisakti sekarang ada di salah satu museum di Belanda. Para pendulang intan penemu Trisakti dikabarkan mendapat uang pengganti senilai Rp 3,5 milyar, sangat besar tentu pada tahun 1965 itu. Namun apa boleh buat, situasi politik-ekonomi runyam di Jakarta akibat gerakan-gerakan politik G30S saat itu. Uang Rp 1000 dipotong menjadi Rp 1,0 (sanering), yang mengakibatkan uang pengganti Trisakti Rp 3,5 milyar menyusut drastis 1000 x menjadi hanya Rp 3,5 juta. Meskipun demikian, konon dengan Rp 3,5 juta itu, para pendulang dan keluarganya sebanyak total 80 orang dapat pergi Haji… Meskipun kemudian di Kalimantan pada tahun 2008 di kawasan Antaruku, Pengaron, di timurlaut Martapura, ditemukan intan “Putri Malu” yang lebih besar dari Trisakti, yaitu 200 karat (40 gram), kehebohan Trisakti tidak terkalahkan oleh sang Putri Malu. Sore itu, Minggu 14 April 2013, ketika saya dan kawan2 berkunjung ke pendulangan intan di Cempaka, Banjarbaru, masih di area yang 48 tahun lalu dipenuhi kehebohan penemuan Trisakti; beberapa pendulang masih tekun mendulang pasir dan kerikil, siapa tahu menemukan intan atau emas, meskipun mereka tahu bahwa tidak setiap minggu, bahkan tidak setiap bulan ditemukan sebutir intan pun, mereka tetap tekun dan sabar sambil belajar dari sejarah bahwa pernah ditemukan Trisakti bernilai Rp 10 trilyun di tempat ini. Satu karat intan harganya sekitar Rp 4 juta saat ini, jadi mereka tetap sabar sebab sekali menemukan bisa mengganti hari-hari tanpa penemuan. EKSPLORASI INTAN PRIMER: KISAH GEOLOGI Cerita geologi intan tidak kalah seru dengan usaha pendulangan intan. Dan sampai sekarang tetap menjadi misteri. Sudah lama tahu bahwa ada intan di Kalimantan, dari tahun 1800-an Pemerintah Belanda telah mengirimkan geolog-geolog-nya untuk mencari intan primer, sumber intannya, sebab yang diusahakan penduduk itu hanyalah deposit sekundernya, hasil erosinya. Yang paling terkenal dari penyelidikan ini adalah dari Koolhoven (1935) yang melaporkannya dalam publikasi berjudul, “ Het primaire voorkomen van den Zuid-Borneo diamant” (Verhand. Geol. Mijnbouwk. Gen. Nederl. En Kol., Geol. Ser. 11, hal. 189-232). Menurut Koolhoven, sumber primer intan aluvial di Cempaka itu adalah peridotit terbreksikan (brecciated peridotite) di Pegunungan Bobaris, Meratus, yang disebutnya “Pamali Breccia”. Tetapi tokh, penemuan Koolhoven ini tak ditindaklanjuti oleh penambangan intan besar-besaran dari sumber primernya seperti terjadi di negara-negara lain misalnya Afrika Selatan. Maka dapat diduga bahwa penyelidikan Koolhoven (1935) mungkin tidak tepat. Setelah era penyelidikan Koolhoven (1935) ini lama tak ada penyelidikan sumber primer intan. Penduduk Cempaka tak peduli dengan penyelidikan2 ilmiah ini, mereka terus mendulang dengan sabar dan tekun berpedoman kepada keahlian turun temurun, sampai tahun 1965 menemukan intan Trisakti. Tetapi meskipun penyelidikan ilmiah intan Kalimantan sangat minimal tokh tetap saja ada ilmuwan yang berminat menyelidiki sumber utama intan Kalimantan. Steve Bergman dkk. misalnya, pada akhir tahun 1980-an meneliti intan Kalimantan. Bergman dkk (1987) mengatakan bahwa Breksi Pamali yang disebut Koolhoven sebagai pipa intrusi intan, hanyalah endapan bongkah-bongkah peridotit yang konglomeratik. Bergman malahan lebih memusatkan penelitiannya di Kalimantan Barat , sebab dia percaya bahwa produksi intan skala besar itu di seluruh dunia hanya terjadi di sekitar Inti-Inti Benua (Craton), jadi Bergman tidak tertarik dengan Meratus sebagai sumber primer intan seperti dikatakan Koolhoven, sebab Meratus bukan craton. Bergman memusatkan perhatiannya ke “Craton” Schwaner di Kalimantan Barat – Kalimantan Tengah dan sekitarnya. Dan karena ketekunannya, Bergman dkk (1988) menemukan pipa-pipa intrusi lamproit dan kimberlit yang terkenal mengandung intan. Sungguhpun demikain, tokh tetap tak terjadi penambangan ekonomis. Penelitian terbaru intan Kalimantan berasal dari Smith dkk (2009) yang melakukan berbagai studi dan analisis detail. Sungguh pun demikian, akan nampak bahwa ini pun belum cukup menjawab dari mana sebenarnya intan Cempaka itu. Smith dkk menemukan bahwa >95 % intan yang ditemukan di Cempaka itu kecil sekali, di bawah 1 karat. Maka diperkirakan bahwa intan2 ini telah mengalami sejarah panjang pendauran ulang batuan di mantel atas dan litosfer bawah, lalu tertranspor sampai jauh. Karena lokasi Cempaka dekat dengan Meratus, kelihatannya Smith dkk (2009) tak menduga bahwa sumber primer intan Cempaka dari Meratus seperti kata Koolhoven (1935) sebab Meratus terlalu dekat dengan Cempaka sementara ukuran intannya kecil sekali seolah-oleh sudah mengalami transpor yang sangat jauh dari sumber primernya. Berdasarkan pengukuran umur dan data tekanan serta temperatur pembentukan intan, Smith dkk (2009) percaya bahwa intan-intan di Kalimantan berasal dari “SCLM” – subcontinental lithospheric mantle, yaitu suatu kedalaman di sekitar 175 km, yang merupakan kedalaman paling bawah litosfer di bawah kerak benua yang terbentuk sebagai craton. Dari kedalaman ini, intan-intan dibawa ke permukaan oleh pipa-pipa intrusif lamproit dan kimberlit. Itulah sumber primer intan. Bila pipa-pipa ini tererosi, maka intannya kemudian akan mengendap sebagai bagian deposit sedimentasi, inilah intan sekunder atau inten aluvial. Dan menurut Smith dkk. (2009), intan Cempaka mungkin berasal dari erosi pipa-pipa lamproit atau kimberlit di Craton Schwaner di Kalimantan Tengah. Tetapi ada kesulitan atas tesis Smith dkk (2009) ini. Intan sekunder di Cempaka ditemukan di endapan teras sungai Kuarter, sementara pada Kuarter tak ada arah transportasi dari Kalimantan Tengah ke Cempaka sebab ada sungai-sungai besar (seperti Barito, Kahayan) yang membawa sedimen ke selatan menuju Laut Jawa, bukan ke timur menuju Cempaka. Maka intan Kalimantan masih menjadi misteri geologi. Foto-foto menunjukkan pendulangan intan di Cempaka. Mesin pompa menyedot pasir-kerikil-kerakal dari teras sungai, dibawa ke mesin kayu penyaringan bertahap, dan di kolam pendulang intan masih mencoba mencari peruntungan menemukan intan. Gambar menunjukkan intan asal SCLM dan transportasinya ke permukaan melalui pipa2 intrusi lamproit dan kimberlit. Tanggal 26 Agustus 1965 sebanyak 24 orang pendulang intan dibawah pimpinan H.Madslam menemukan intan seberat 166,75 karat di pendulangan intan sungai Tiung, kecamatan Cempaka, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Menurut taksiran masa itu, harganya Rp. 10 trilyun. Tanggal 2 September 1965 diberi nama Intan Trisakti di Jakarta oleh Presiden Soekarno. Jejaknya hilang oleh Pemerintah dan menjadi misteri tak pernah terjawab. Keberadaannya tidak diketahui secara pasti. Masyarakat Kalimantan Selatan meyakini intan Tri Sakti telah dijual ke luar negeri, ada disalah satu museum Belanda, atau menghilang secara gaib. Kenyataannya, intan Trisakti tak pernah dilihat hingga sekarang. Menurut Tajuddin Noor Ganie,M.Pd, Intan Tri Sakti dipersembahkan H.Madslam kepada Presiden Soekarno. Atas jasa kelompok pendulang intan tersebut, pemerintah memberikan ongkos naik haji beserta 80 sanak keluarganya dengan jumlah sebesar Rp. 3,5 juta. Tanggal 3 September 2016, pukul 16.30 s.d 19.45 WIB penulis mengumpulkan bahan informasi untuk disiarkan pada kompasiana.com. Topik yang ingin diangkat tentang kerukunan beragama di Indonesia sejak era kemerdekaan. Penulis berusaha mencari bukti dimasa lalu yang dapat dijadikan teladan bagi kita, dimana keberagaman bangsa adalah kenyataan yang harus diterima sebagai anugerah Tuhan. Bahkan kesederhanaan fisik pemimpin hendaknya tidak dijadikan lelucon seperti mudah kita saksikan dimedia sosial. Melalui sejarahnya, Jepang membuktikan, pemimpin sipil mampu menyatukan negeri yang dilanda konflik. Sosok tersebut dapat ditemukan pada diri Toyotomi Hideyoshi yang mendapat julukan monyet dari, karena wajahnya dipandang mirip monyet. Kebijakannya menyerbu korea selama 7 tahun, ratusan tahun kemudian dinilai menjadi penyebab jatuhnya dinasti Joseon pada abad ke-18. Diantara deretan foto-foto yang penulis saksikan, selembar gambar yang dibuat tanggal 4 September 1965, bahkan (mungkin) sebagai satu-satunya arsip yang dipublikasikan. Disebutkan dalam keterangannya sebagai Trisakti, asli keterangan berbahasa Belanda, yaitu : TIJDENS EEN PERSCONFERENTIE, DONDERDAG IN AMSTERDAM, IS DE GROOTSTE NA DE OORLOG IN INDONESIE GEVONDEN DIAMANT AAN DE PERS GETOOND, DE KOSTBARE STEEN IS “TRI SAKTI” (DE DRIE NACHTEN) GENOEMD EN WERD OP ZUID-BORNEO GEDOLVEN . Foto diatas dibuat oleh Cor Mulder. Penulis kemudian, mencari nama fotografer yang turut menyaksikan intan Tri Sakti, hasilnya seperti screenshot dibawah ini : Pertanyaan selanjutnya, apakah intan Tri Sakti sudah dijual kepada pemerintah Belanda? Digadaikan oleh pemerintah saat itu? Atau diam- diam sudah berada ditanah air? Versi Wikipedia : menggemparkan dunia batu mulia khususnya di Indonesia karena nilai paling tinggi yang pernah ditaksir hingga mencapai 10 triliun rupiah. Diberi nama Trisakti oleh Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno.[1][2] Sejarah Pada tanggal 26 Agustus 1965, kelompok pendulang intan yang diketuai oleh H. Madsalam menemukan sebuah intan cukup besar, seukuran telur burung merpati, di lokasinya Sungai Tiung , Kecamatan Cempaka , Banjarbaru . Saat ditemukan, beratnya adalah 166,75 karat dan setelah diasah menjadi berlian nilainya meroket hingga mencapai 10 triliun rupiah. Para penemunya yang berjumlah 43 orang mendapat ganti senilai Rp 3,5 miliar. Namun, karena ada sanering (perubahan nilai uang dari Rp 1.000 menjadi Rp 1 ), akhirnya uang yang diterima hanya Rp 3,5 juta. Uang balas jasa ini kemudian dipakai untuk naik haji bagi penemu dan keluarganya serta pihak lain yang terlibat, semuanya berjumlah sekitar 80 orang. Misteri Keberadaan intan tersebut sampai sekarang masih menjadi misteri . Namun, beberapa pedagang di pasar permata Cahaya Bumi Selamat kota Martapura yang berjarak sekitar 5 kilometer dari Cempaka, meyakini bahwa Intan Trisakti berada di salah satu museum di Belanda. Penemunya sekalipun hanya melihat sekali saja, yakni saat benda itu ditemukan setelah akhirnya sang intan langsung dibawa ke Jakarta. Nasib Penemu Intan Trisakti : Salah seorang penemu Intan Trisakti sebesar 166,75 karat, H Salman Junaid, menganggap sekarang saatnya yang tepat menagih janji pemerintah. Dia dan dua orang penambang Trisakti, menggugat pemerintah Rp 10 triliun Haji Salman Junaid masih remaja saat itu, 16 tahun. Saat itu dia bersama penambang lainnya sejumlah 25 orang menemukan intan itu pada tanggal 26 Agustus 1965. Kelompok pendulang intan yang diketuai oleh Matsan menemukan sebuah intan cukup besar, seukuran telur burung merpati, di lokasinya Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Seketika penemuan itu heboh. Intan itu kemudian dibawa ke Jakarta oleh pemerintah Kabupaten Banjar untuk dipersembahkan ke Presiden Soekarno. Para penambang sendiri mendapat imbalan. “Saya ingat uang pembagian Rp 200 juta itu dibuat selamatan, lalu dibagi kepada kami. Saya waktu itu dapat uang sekitar Rp 4,5 juta per orang. Sisanya untuk pemotongan ongkos ke Jakarta, dan dibagi kepada Pemerintah Kabupaten,” ungkapnya. Saat ditemui dirumahnya di Jalan Sasaran Keraton Martapura Kabupaten Banjar, kondisinya masih gagah, walaupun umurnya sudah lebih dari 60 tahun. Awalnya Salman sempat ragu- ragu untuk bercerita kepada Radar Banjarmasin (Jawa Pos Group), menyoal gugatan tersebut. H Salman, salah seorang saksi hidup, yang menemukan Intan Trisakti di tahun 1965. Dia bercerita kepada Radar Banjarmasin Minggu (7/5), saat ditemui dirumahnya di Keraton Martapura Kabupaten Banjar. Foto: ZEPY ALAYUBI/RADAR BANJARMASIN Jika mengenang lagi, dia mengatakan imbalan itu masih jauh dari harga intan yang diprediksi saat itu capai Rp10 Triliun. Tapi, pemerintah menurutnya kala itu mengatakan bahwa itu hanya uang panjar. Nantinya pemerintah akan membayarkan sisa harga Intan Trisakti setelah adanya nilai harga yang ditentukan. Setelah Pemerintah RI mendapat keterangan dari para ahli dalam dan luar negeri. “Kami diberangkatkan haji oleh Pemerintah. Tidak lama berselang pecah kejadian G30S PKI, dan perpindahan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto,” ungkapnya. Dia mengaku setelah beberapa waktu gejolak di dalam negeri terkait G30S PKI dan perpindahan kekuasaan itulah terjadi Inflasi. Uang harus dipotong (saneering). Uang Rp 10 ribu jadi Rp1.000, dan seterusnya. Sehingga uang pembagian dari pembayaran panjar Intan Trisakri, menurun nilainya. Dus, tidak banyak mengubah kehidupan ekonomi mereka. “Setelah dapat uang itu saya sempat jadikan modal berdagang baju, tapi tidak terlalu ramai. Lalu saya bekerja di Pabrik Kayu di Kalteng sampai punya istri dan anak. Sempat juga kembali bekerja di tambang Galuh cempaka, dan beberapa tahun lalu berjualan di lapak Pasar Ulin Raya,” ungkapnya. Tapi setelah sang istri menderita stroke di awal tahun 2017 lalu, dirinya kini hanya di rumah merawat sang istri. Nasib buruk bahkan membayanginya. Sebelumnya dirinya juga sempat diamankan pihak Kepolisian saat menambang emas bersama temannya di Pamaton Kabupaten Banjar. “Saya sempat ditahan di kantor polisi. Kata polisi di sana kami salah, karena menambang di areal hutan lindung. Saya namanya orang kampung, tidak mengetahui hal itu. Saya berkata jujur saja, dan akhirnya keesokan harinya saya dibolehkan pulang,” ungkapnya. Dia mengatakan tetap teringat dengan intan yang menjadi hak para penambang itu. “Kami sudah berjuang berpuluh- puluh tahun untuk menanyakan hak kami ini. Dari Kepala lubang tambang kami, H Matsan masih hidup, sampai saat ini. Dari zaman Presiden Soekarno, Soeharto, SBY, sampai Presiden Jokowi belum ada kejelasan,” ungkap kakek 8 cucu ini. Akhirnya diawal tahun 2017, pihaknya membawa masalah ini ke ranah hukum, dengan gugatan perdata ke Pemerintah RI melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Sampai saat ini kami tidak pernah tahu lagi dengan keberadaan Intan Trisakti ini, seolah- olah hilang begitu saja. Kami berharap di sidang nanti dimenangkan, dan paling tidak janji pemerintah, terkait sisa pembayaran bisa sampai kepada kami,” ungkapnya. Dia menyebut, penemu Intan Trisakti yang masih hidup antara lain H Hamsi yang kini tinggal di Keramat Baru Martapura, dan H Mukri yang tinggal di Bentok Bati-Bati Tanah Laut. Dia mengatakan tidak mudah menemukan intan yang saat itu diklaim terbesar di dunia. Dirinya beserta 25 orang lainnya harus keluar masuk ke lubang, dan terowongan yang dalamnya sekitar 20 meter, yang minim oksigen berbulan-bulan. Belum lagi bahaya yang menghantui mereka setiap harinya. Beruntung selama 6 bulan sampai penemuan Intan Trisakti, tidak ada kejadian yang merengut jiwa penambang. Intan Temuan Lainnya : Intan Putri Malu Selepas kejadian penemuan yang menghebohkan itu, nyaris belum pernah ditemukan lagi intan yang bisa mengalahkan kemasyhuran Intan Trisakti. Penemuan intan berukuran lebih besar pernah terjadi, tetapi tidak begitu menggemparkan seperti halnya Intan Trisakti. Beberapa di antaranya adalah: Intan Putri Malu, 200 karat, ditemukan di Antaruku , Kecamatan Pengaron pada tahun 2008 Intan Galuh Cempaka 5 , 106 karat, ditemukan di Cempaka pada tahun 1850 Intan Galuh Pumpung, 98 karat, ditemukan di Cempaka pada tahun 1990. Di kutip dari pelbagai sumber Bisa di baca pada blog : www.azmirza.waphall.com
Back to posts
This post has no comments - be the first one!

UNDER MAINTENANCE