•WARNA-WARNI WADAI 41 KHAS BANJAR
Dalam sajian upacara adat, ada 4 (empat) warna yang selalu ditampilkan, yaitu warna merah, putih, kuning dan hijau. Ke empat warna tersebut dipercayai memiliki makna tertentu yaitu: Merah, ibarat darah yang ada di dalam tubuh dapat juga dikatakan sebagai kesungguhan lahir, Putih, ibarat sumsum yang ada di dalam tulang, bisa juga bemakna kesucian batin. Kuning warna keagungan dan kewibawaan. Hijau, lambang kesuburan dan kemakmuran. Semua itu berhubungan dengan kesehatan tubuh dan kelangsungan hidup manusia.
Untuk pembuatan bahan pewarna ini, diperlukan bahan-bahan seperti untuk warna merah bahannya adalah dari gula merah, untuk warna hijau diambil dari air perasan daun pandan atau suji, untuk warna kuning dari air perasan kunyit, sedangkan warna putih berarti tanpa bahan pewarna sama sekali. Apalagi jika memasaknya ada yang dengan cara digoreng, maka warna putihnya pun kadang kurang terlihat jelas warna putihnya. Sehingga untuk menyatakan warna putih dipakai simbol gula putih.
Sebelum masuknya agama Islam, semula ada 7 (tujuh) warna yang mempunyai makna tertentu dalam berbagai sajian upacara adat. Tujuh warna adalah sesuai warna pelangi ditambah dengan warna hitam yang bermakna tujuh petala langit dan bumi menuju ke alam atas atau surga. Ini biasanya ada pada sesajian upacara adat manyanggar banua, antara lain berupa punjung (nasi dibentuk kerucut).
• TUJUAN DAN BENTUK WADAI 41 KHAS BANJAR
Tujuan dari semua upacara adat ini seperti telah dikemukakan adalah untuk mengatur dahar atau memberi makan kepada makhluk-makhluk ghaib dengan harapan agar tidak mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup manusia. Atur dahar yang merupakan suatu adat dan kebiasaan dari masyarakat Banjar sebagai pendukungnya diwujudkan dalam bentuk hidangan sesajian berupa wadai-wadai tradisional.
Pada upacara menyanggar banua, wadai-wadai tradisional diolah dan diletakkan pada langgatan, yang terbuat dari daun pucuk kelapa dibentuk segi empat bertingkat tujuh seperti kerucut dan digantung di tengah ruangan. Di setiap tingkat diletakkan wadai-wadai tersebut kemudian mereka mengelilingi langgatan dengan menari dan bemamang atau berdoa kepada sanghyang (Tuhan yang Maha Kuasa) atau sekarang bagi orang Islam Allah SWT.
Setelah masuknya agama Islam maka tujuan dan bentuk upacara tersebut mulai berubah sekarang lebih ditekankan pada pembacaan do’a mohon keselamatan dan berkah kepada Yang Maha Kuasa untuk memohon kebaikan di dunia dan akhirat. Banyak upacara adat yang disesuaikan dengan syariat Islam, dan ini juga sekaligus menghindari keritikan yang mengaitkan dengan prilaku maupun perbuatan syirik.
•TEKHNIK MEMASAK WADAI 41 KHAS BANJAR
memasak wadai bagi orang Banjar pada mulanya sangat sederhana yaitu dengan cara dijarang (direbus), dibanam (dibakar), dipanggang, disanga (digoreng), dan disumap (dikukus) . Alatnya pun sangat sederhana pula yaitu berupa panci yang terbuat dari seng untuk menjarang (merebus) ,
rinjing (wajan) dari aluminium untuk menyanga (menggoreng), tuangan dari kuningan ditutup dengan seng bekas yang diatasnya ada bara api untuk membanam (membakar),
seblokan/panci dandangan untuk menyumap (mengukus), dan dapur dari tanah liat yang berisi bara dari kayu untuk memanggang.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan maka peralatan masak memasak pun mulai diproduksi dengan sangat canggih dan multi fungsi. Pada zaman dahulu peralatan memasak menggunakan dapur atau tungku dari tanah liat, untuk pemanas dari panas api atau bara api dari arang, waktu masaknya wadai juga memakan waktu yang lama, namun pada zaman sekarang orang memasak sangat praktis, bisa dengan memakai kompor gas atau kompor listrik, sedangkan tempat memanggang bisa menggunakan oven atau mecroweft dan waktu masaknya pun lebih cepat dan dapat diatur dengan memakai timer.
Source : Datu Mangku Adat Haji Syarifuddin.R
N/b: Photo Info : Banjarmasin Ramadan Cake Fair 2017 (Depan Balai Kota Banjarmasin) -
UNDER MAINTENANCE