PENGARUH ISLAM DALAM TARIAN TRADISIONAL JEPEN BANJAR ( Zapin Banjar)
Di masyarakat Banjar, tari ini disebut dalam tiga dialek: Japin, Japen, dan Jepen.Orang Melayu Banjar tidak terbiasa menyebut Zapin, Zapen, atau sepen sebagaimana dialek orang Melayu di sumatera dan semenanjung ,meskipun jelas kata jepen tersebut merujuk pada kata zapin dalam budaya Melayu. Sama dengan urang Banjar adalah orang Kutai di lembah sungai Mahakam yang menyebut zapin dengan jepen, sehingga dikenal dgn Jepen Kutai.
Ada banyak literatur yang menjelaskan mengenai melayu Zapin, di mana Zapin mewakili seni yang penuh dengan kehalusan, kelembutan dan lirik terpilih yang membincangkan kearifan. Gerakan yang mengulang harmonis dalam tarian zapin bisa membangun kontemplasi. Oleh karena itu, kunci untuk menikmati dan menari zapin itu adalah hati, sehingga menurut H. Riza Pahlevi, Ketua Dewan Kesenian Bengkalis, Riau, bisa dikatakan bahwa zapin itu semacan Taman Hati Nurani.
Di tengah riuh rendahnya aktivitas masyarakat Melayu, zapin berkembang secara alami. Oleh karenanya, di pusat-pusat kebudayaan Melayu, tanpa memandang umur, di setiap kampung dan dusun, denting dawai dan panting gambus, bertingkah pukulan marwas (gendang Melayu), senantiasa mengiringi gerak lincah kaki-kaki yang menarikan Zapin.
Asal-usul Zapin
Zapin dibawa oleh ulama-ulama Arab ke tanah Melayu lewat India. Ada yang menyebutkan, “zapin” berasal dari kata “al-Zappin” yang berarti gerak kaki. Konon sejarahnya bermula ketika Rasulullah saw dalam hijrah telah sampai ke Madinah, beberapa sahabat mengekspresikan kegembiraan mereka atas kedatangan Rasulullah saw dengan selamat, sekaligus menjadi tanda bangkitnya agama Allah di bumi Thaibah (madinah). Oleh karena itu, seraya melantunkan syair kegembiraan, mereka melangkah dan menghentakkan kaki secara teratur sehingga kemudian dikenallah tari zapin. Ada pula riwayat yang menyebutkan bahwa zapin konon lahir pada tahun keenam Hijriyah, ketika terjadi gencatan senjata antara pihak Rasulullah saw. di Madinah dan para penguasa Makkah yang kafir.Akan tetapi, ada pula yang menyebutkannya berasal dari kata “Zaffa”, yakni memimpin pengantin perempuan dalam perarakan perkawinan. Penulis sendiri cenderung kepada asal-usul zapin yang berasal dari zaman Rasulullah, karena memang secara tradisional (baca: turun temurun) sebagian ulama masih melestarikan zapin ini dalam bentuknya yang asli.
Tarian ini berkembang subur di pusat-pusat kerajaan Melayu terutama sejak abad ke-19 M. seperti di Johor, Riau-Lingga, dan Siak, yang juga dimiliki berbagai daerah pesisir lain di Tanah Air, termasuk Tanah Banjar di Kalimantan Selatan. Gerakan-gerakan dalam tarian zapin dikembangkan sesuai dengan daya kreativitas seniman setempat yang sudah barang tentu mengalami perubahan besar dibandingkan dari tanah asalnya, diperlihatkan melalui kreasi gerak di atas. Di Kabupaten Bengkalis saja, terdapat 36 ragam gerak dalam menarikan zapin. Sementara di Tanah Banjar, sampai saat tulisan ini di-upload belum ditemukan oleh penulis data akurat tentang ragam gerak tarian Jepen Banjar. Tarian yang lazim dikenal adalah Jepen Rantauan, Jepen Rudat, Jepen Sisit, Jepen Dua Saudara, Jepen Tuan Syarif, Jepen Sigam, Jepen Galuh Langkar, Jepen Diang Marindu, Jepen Tuan Haji, Jepen Hadrah, Jepen Lenggang Banua, Jepen Rindu-Rindu. Umumnya ragam gerakan jepen memiliki variasi mengikut perbedaan lagu yang mengiringinya.
Zapin yang di masa kegemilangan imperium Melayu hanya ditarikan di kalangan istana yang terbatas, sekarang telah berbaur menyatu di tengah-tengah masyarakat, sehingga tidak lagi tampak nilai-nilai eksklusifitas kesenian ini; semua seakan menyatu dan menjadi identitas bagi penari yang jelas-jelas bukan merupakan orang-orang istana. Setelah melewati proses akulturasi, jelaslah bahwa zapin kini lahir menjadi salah satu ikon budaya Melayu.
Ciri khas gerak seni dan musik Zapin
Dengan alat musik gambus dan sejenis gendang yang dinamakan marwas (bentuk jamaknya disebut marawis), seni dan gerak musik Zapin memperlihatkan berbagai bentuk ragam gerakan. Di kalangan masyarakat Banjar, seni tari zapin sering diistilahkan “turun di agung”, sedangkan seni bela diri Kuntau “turun di babun”. Kedua istilah tersebut menunjukkan dasar gerakan dari kedua seni dimaksud yang berbeda seiring dengan perbedaan alat musik pengiring utamanya. Oleh karena itu, sulit kiranya menari zapin tanpa diiringi alat musik gong.
Dalam zapin, meskipun ada kesamaan ragam gerak, namun di antaranya juga ada yang tidak bisa terhindarkan, terutama pada penutupan atau disebut tahto. Lewat nada khusus dari gambus (panting), penari membuat gerakan menyembah dengan mengadukan telapak tangan di wajah, sementara kaki bertekuk.
Keragaman gerak tersebut masih dapat dinikmati sebagai suatu kesatuan zapin karena kesemua ragam itu memiliki satu pola, yakni membuat titik dengan enjutan pada gerakan pertama yang sekaligus menjadi langkah pertama. Langkah berikutnya pasti ke depan sampai pada hitungan keempat. Pembuatan titik dengan enjutan tadi, diulangi lagi pada bilangan langkah kelima yang dilanjutkan pada langkah berikutnya sampai pada hitungan delapan
Alat Musiknya
Jika umumnya di Tanah Melayu Sumatera atau Malaysia, tari zapin diringi oleh musik khas yang terdiri atas unsur utama gambus, marwas, dan akordeon, sedangkan di Tanah Banjar karena ada pengaruh seni gamelan Jawa maka marwas digantikan oleh jenis gendang lain yang disebut babun yang dilengkapi lagi dengan gong dan tamborin, sedangkan akordeon digantikan oleh rebab, dan berikutnya biola. Sebagaimana ditulis Agus Sunyoto, gong pada dasarnya bukanlah alat musik Hindu, tetapi alat musik Islam, karena diperkenalkan pertama kali oleh Walisongo di Tanah Jawa. Adapun gambusnya yang disebut panting juga memiliki kekhasan bunyi yang sedikit mirip dengan alat musik dayak, kurung-kurung. Perangkat alat musik khas ini sering dinamakan musik panting, yang di Kutai disebut musik tingkilan. Oleh karena itu, musik panting dan Tari Jepen ini sedikit banyaknya turut mencerminkan Banjar sebagai melting pot kebudayaan.
Pengaruh Islam
Sungguhpun Tari Jepen dianggap sebagai satu ikon kebudayaan Melayu, namun ditilik melalui kacamata agama tidaklah sesederhana yang tampak. Pengaruh Islam jelas ada dalam sejarah tari Jepen, dan hukum asal pun mengikut sejarah asal mula Jepen, yakni mubah (boleh). Hal ini dikarenakan memang tidak ada nash yang tegas berbicara tentang tarian, baik dalam Alquran maupun hadis. Akan tetapi, tidak bisa serta-merta langsung dikatakan bahwa tarian Jepen merupakan bagian dari kebudayaan Islam. Ada klasifikasi dan perinciannya. Sebagai contoh, ada satu atau beberapa kelompok zapin di dunia ini yang mencoba mempertahankan warna asli zapin, terutama musiknya. Mereka hanya bertahan pada satu hajir (gendang besar), ditambah lima marawis (jamak dari kata marwas), dan sebuah midruf (seruling khas) yang konon berbeda dari seruling pada umumnya sehingga tidak masuk kategori seruling yang diharamkan.
Selanjutnya, bagaimana tinjauan hukum Islam tentang tarian Jepen akan sangat bervariasi sesuai perubahan situasi, kondisi, waktu, dan tempat di mana tarian itu digelar. Artinya, tidak bisa secara global kita mengatakan tarian Jepen itu haram dan sebagainya sebelum kita memperhatikan terlebih dahulu konteksnya tersebut. wallahu a’lam.
Kategori: Islam Banjar
www.azmirza.waphall.com
UNDER MAINTENANCE